Sinopsis Buku "Nyanyi Sunyi Seorang Bisu" By Pramoedya Ananta Toer




Nyani Sunyi Seorang Bisu, karya Pramoedya Ananta Toer sejati, bukan roman ataupun novel sebagaimana biasanya, lebih tepatnya otobiografi, yakni catatan-catatan pribadi Pram semasa menjadi Tapol (Tahanan Politik) buangan di Pulau Buru, Maluku. Pram secara tidak resmi menjadi tapol ketika ia diamankan oleh pemerintahan orde baru di rumahnya sendiri sekitar bulan Oktober 1965 atas tuduhan antek-antek PKI. Mungkin karena ia adalah salah satu ketua dari LEKRA. LEKRA adalah Lembaga Kesenian Rakyat, suatu organisasi dibawah PKI. Padahal, di buku ini Pram seringkali mengatakan bahwa ia samasekali tidak mengerti dan pandai berorganisasi. Keanggotaannya dalam beberapa organisasi adalah pemberian/kehormatan semata daripada organisasi yang bersangkutan. Saya pribadi sangat menggemari karya-karya Pram sejak membaca Bumi Manusia diikuti dengan trilogi lanjutannya. Penggambaran suasana yang detil plus pemilihan kata-katanya unik dan membuat saya kagum. Oke, balik lagi menganalisa buku ini.

Catatan-catatan di Nyani Sunyi Seorang Bisu dimulai kala Pram bersama tapol-tapol lainnya dari seluruh rumah tahanan di Jawa diangkut menggunakan sebuah kapal dengan kondisi yang memprihatinkan, sama memprihatinkannya dengan kondisi para tapol di dalam kapal tersebut saat berlayar. Pelayaran memakan waktu hampir seminggu. Sampai di tempat tujuan, yaitu pulau pembuangan, pulau buru, para tapol diklasifikasikan sebanyak belasan unit. Setiap unit harus membangun barak masing-masing yang dimana barak tersebut dibangun oleh keringat tapol itu sendiri. Pram menempati unit 3, yang ia namai Wanayasa, kala itu tahun 1969. Pada Tahun 1973, Pram secara resmi mendapatkan izin menulis dari Pemerintah sejak kedatangan Jendral Soemitro ke Pulau Buru. Kondisi para tapol di pulau buru bisa dibilang sangat memprihatinkan, pada awal-awal kedatangan (tahun 1969-1970) bahan makanan memprihatinkan karena pada saat itu belum lagi ada sawah, ladang dan peternakan. Jadi mau tidak mau, suka tidak suka para tapol harus makan apapun yang bisa dimakan ( tikus, cicak, kadal, dll). Tapol disini serba salah menurutnya, pokoknya apapun yang penguasa/pemerintah muntahkan dari mulutnya adalah perintah, sebaliknya jika tapol adalah perlawanan.



 *sumber gambar: http://images.gr-assets.com/books/1464950689l/2132784.jpg
                               https://arusbawah20.files.wordpress.com/2013/04/pat-pburu1.jpg?w=676

Komentar